Wednesday, October 15, 2008

Temani Adik Bobo Dong!

Seputar Indonesia, Lifestyle - Kids
Wawancara dengan psikolog anak Ibu Woro Kurnianingrum, MPsi (Angel's Wing) oleh Koran Sindo, Sabtu 20/01/2007


Belajar tidak berada di dekat orangtua juga menjadi latihan bagi anak, selain kemandirian, saat si kecil menempati kamarnya sendiri.Pelajaran ini memang lebih kepada ikatan emosional daripada fisik.

Tidak ada batasan usia yang pasti bagi anak untuk mulai pisah kamar dengan orangtua. Melainkan, lebih dilihat kepada kesiapan anak itu sendiri. Sebab, masing-masing anak punya kesiapan yang berbeda- beda. Kalau misalkan si anak di usia satu tahun sudah bisa melihat dan bisa ditinggal di kamarnya sendiri, itu tidak menjadi masalah. Namun, ada juga anak yang di usia satu tahun sangat tergantung dengan orangtuanya.

Perlunya memisahkan anak dari kamar tidur orangtua,juga dimaksudkan agar anak tidak melihat saat orangtuanya melakukan hubungan intim. Kalau anak sudah mulai mengetahui banyak hal dan dia sudah bisa melihat dengan jelas, ada baiknya dia sudah mulai ”dipisahkan” dengan orangtua. ”Kalau si anak masih tidur bersama orangtua dan ketika orangtua sedang melakukan hubungan intercourse, maka si anak bisa saja melihatnya secara tak sengaja,” kata psikolog anak Woro Kurnianingrum.

Bila anak melihatnya di usia dini, dia bisa menyalahartikan apa yang dilihatnya. ”Ini yang perlu dihindari,” tegasnya. Paling tidak, menurut teori perkembangan, anak sekitar usia satu tahunan sudah dapat melihat dengan jelas. Namun, biasanya orangtua mulai memisahkan anak ketika si anak mulai menginjak bangku sekolah. Proses memisahkan kamar ini perlu dilakukan secara bertahap. Misalkan,pertama-tama si anak diperkenalkan dengan kamar barunya. Selanjutnya, anak diberikan penjelasan bahwa dia nanti akan tidur di kamar barunya itu.

Usahakan kamar tersebut didesain dengan corak warna dan aksesori kesukaan anak. Lalu, secara bertahap orangtua perlu menemani si anak untuk tidur bersama di kamar tersebut terlebih dulu. Bisa saja di hari-hari pertama orangtua menemani anak tidur di kamar tersebut hingga pagi hari. Secara bertahap berkurang, bisa juga hanya sampai si anak tertidur, kemudian orangtua meninggalkan anak tidur sendiri di kamarnya. Nah, ketika anak terbangun, maka orangtua perlu menemani kembali agar si anak merasa nyaman bahwa orangtuanya masih berada di dekatnya.

Namun, lambat laun ini pun perlu dibatasi. Hingga si anak bisa pergi ke kamarnya dan tidur sendiri tanpa perlu ditemani orangtua. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kini banyak orangtua yang sudah menggunakan alat sensor suara bernama baby talk, yang diletakkan di kamar si anak dan kamar orangtua. Alat tersebut digunakan sebagai alat komunikasi menghubungkan dua kamar. Jadi, ketika anaknya menangis di tengah malam, orangtuanya dapat langsung mendengarkan dan menenangkan si anak dengan mengatakan ayah-ibunya ada di dekatnya. Secara bertahap proses anak pisah kamar ini dapat dilakukan hingga si anak menginjak bangku sekolah dia sudah terbiasa tidur sendiri di kamar.

Lebih jauh dikatakan Woro, anak tidur terpisah dengan orangtua bukan semata soal kesiapan mental si anak saja, juga berkaitan dengan ketersediaan ruang kamar dalam sebuah rumah. Bagi keluarga yang menempati rumah yang punya banyak kamar,mungkin tidak menjadi masalah. Sebaliknya, bagi keluarga yang rumahnya tergolong kecil dan minim kamar, maka perlu ada penyiasatan dalam mengatur tidur pisah ini. Dia menyarankan,kalau sekiranya dalam rumah tersebut hanya terdiri dari satu kamar, ada baiknya pemisahan dilakukan menggunakan sekat pemisah sederhana.

Tujuannya agar si anak tak melihat orangtua, tapi dia dapat merasakan nyaman masih berada dekat ayah-ibu. Sementara itu, psikolog anak Melly Puspitasari menyarankan, dalam menyiapkan kamar anak, sebaiknya merancang kamarnya seaman dan senyaman mungkin.Artinya,pintu dan jendelanya aman terkunci untuk mencegah maling masuk. Kemudian,hal yang perlu diingat, masa kanak-kanak membutuhkan stimulus untuk menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas. ”Begitu juga dalam merancang desain kamar anak, kita bisa menyiapkan gambar-gambar yang merangsang kreativitas si anak,” sarannya. Bisa saja orangtua menempelkan huruf-huruf/abjad di dinding kamar anak. Ketika berada di kamar anak, si ibu bisa mengajak anak bermain mengenal huruf-huruf.

”Mama tahu lho huruf A.Ayo kita cari mana yang huruf A?” Dengan demikian, kamar anak bisa menjadi mediasi untuk menumbuhkan kreativitas dan sarana belajar bagi anak.Alhasil, si anak merasa nyaman dan berpikir,” Oh ternyata belajar itu menyenangkan”. ”Kita juga bisa menempatkan karpet berbahan karet sandal yang berbentuk huruf-huruf,” kata Melly. Karpet tadi bisa ditempatkan di kamar anak.Karpet tadi aman bagi kesehatan anak karena tidak menyimpan debu sehingga dapat mencegah anakanak alergi debu.Sebaiknya dihindari menempatkan karpet biasa di kamar anak karena menjadi tidak aman bagi anak yang menderita alergi atau asma.

Anak-anak pada umumnya menginginkan suatu dunia yang berbeda, yakni dunia yang ada di alam imajinasinya. Sekarang banyak tersedia furnitur- furnitur kamar yang bertemakan anak-anak. ”Kita bisa membelikannya sesuai kegemaran anak terhadap benda tertentu. Misalnya anak yang suka dengan mobil, bisa kita belikan tempat tidur atau bantal yang berbentuk mobil-mobilan. Bisa juga kita belikan tempat tidur berwarna-warni cerah,” urainya. Selain itu, bisa juga menempelkan sekeliling dinding kamar dengan gambar-gambar yang disukai anak. ”Contoh lain, si anak diminta menggambar sesuatu. Selanjutnya, gambar itu digunting dan ditempel di lemari pakaian anak,” ujar Melly. (nuriwan trihendrawan)


______________________________________________________
Website : www.angelswing.or.id Telp. 021-54350166, 0818-08642642.
Angel's Wing melayani
Terapi Okupasi, Sensory Integration SI, Behavior, Physiotherapy, Orthopedagog (Kesulitan belajar khusus), Layanan Psikologi Umum (Test IQ, Minat Bakat, dll), dan Terapi Wicara (speech delay, post operasi celah bibir dan langit-langit/cleft, cadel, gagap).

Friday, October 3, 2008

Berikan Ruang Bermain yang Cukup

Seputar Indonesia, Lifestyle - Kids
Wawancara dengan psikolog anak Ibu Woro Kurnianingrum, MPsi (Angel's Wing) oleh Koran Sindo, Rabu 14 Maret 2007


PEMERHATI masalah anak juga Sekjen Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Dhanang Sasongko berpendapat, sebetulnya anak agresif harus dipandang sebagai sesuatu yang positif.

”Umumnya, anak semacam ini berani melakukan sesuatu dan punya daya kreativitas yang bagus. Asalkan orangtuanya dapat mengarahkan dan menstimulusnya ke arah positif,” ujarnya. Dia menyayangkan tindakan orangtua yang kadang justru menghukum sifat agresif anak tadi dengan tindakan negatif. Misalnya, memarahi atau menghukum anak dengan memukul. Tindakan semacam ini justru akan membuat anak semakin agresif terhadap orang lain.

”Lebih baik ajak anak melakukan kegiatan menantang yang dapat menjadi ajang penyaluran sifat agresivitasnya. Sehingga, hasilnya pun menjadi positif,” tutur Dhanang. Sementara, psikolog anak Woro Kurnianingrum menyarankan agar langkah pertama yang perlu dilakukan adalah orangtua introspeksi diri. Salah satu caranya,kalau orangtua sedang memberi tahu atau menasihati sang anak, jangan melakukannya sambil emosi. ”Jadi, langkah awal adalah mencari penyebabnya.

Kalau bukan karena dari pihak orangtua, mungkin saja dia meniru dari teman terdekatnya atau meniru dari tayangan TV yang ditontonnya tanpa sengaja,” ungkapnya. Orangtua perlu membantu si anak untuk belajar mengungkapkan apa yang diinginkan anak. ”Kamu mau apa?” ”Mainan ini ya?”, misalnya. Dengan demikian, anak merasakan terbantu apa yang tengah ada dalam pikirannya, tapi dia belum mampu mengungkapkannya. Cara lain, dengan mengajarkan adanya konsekuensi logis dari sebuah tindakan.

Satu contoh, ketika anak sedang bermain bola bersama kawan- kawannya, kemudian dia berperilaku kasar,dengan melempar.Sebaiknya orangtua segera menarik dia dari permainan tadi dan ajak dia duduk menyaksikan teman-teman lain yang tengah bermain. ”Jelaskan bahwa dia bisa bermain tanpa menyakiti temannya, lalu tunggu sampai dia siap bermain,” ujar Woro. Hindari argumen seperti menanyakan; ”Bagaimana kalau Dedek dilempar bola sama teman Dedek?”. Sebab, toddler belum punya pikiran dewasa atau matang untuk bisa membayangkan dirinya di posisi orang lain atau berubah tingkah lakunya karena pertanyaan tadi.

Tapi toddler dapat mengerti apa akibat atau konsekuensinya. ”Orangtua jangan panik, tapi justru harus tenang menghadapi anaknya yang berperilaku agresif,” sarannya. Membentak, memukul, atau mengatakan kalimat tidak baik, tidak akan mencegah tingkah laku si anak. Justru dapat membuat si kecil mencontoh yang tidak baik. Sebenarnya kalau Anda tenang dan bisa mengendalikan amarah justru mungkin menjadi langkah awal baginya untuk belajar mengontrol kemarahannya. ”Cobalah untuk segera merespons jika anak agresif. Jangan menunggu sampai dia memukul si adik untuk ketiga kalinya, baru orangtua menegurnya,” tegasnya. Anak harus segera tahu bahwa dia salah.

Beberapa saat dia akan menghubungkan perbuatan dan akibatnya.Akhirnya, dia mengerti bahwa jika dia memukul, menggigit, dan kenakalan lain, dia akan disingkirkan. Orangtua juga perlu mengajarkan alternatif tindakan lain yang lebih positif dalam mengelola emosi ketimbang melakukan tindakan agresif. Tunggu sampai dia sudah tenang, lalu jelaskan dengan lembut apa yang terjadi, tanyakan apa yang membuatnya marah. Katakan b a h w a marah itu wajar, tapi t i d a k boleh ditunjukkan dengan memukul, menggigit, atau menendang.(nuriwan t)


______________________________________________________
Website : www.angelswing.or.id Telp. 021-54350166, 0818-08642642.
Angel's Wing melayani
Terapi Okupasi, Sensory Integration SI, Behavior, Physiotherapy, Orthopedagog (Kesulitan belajar khusus), Layanan Psikologi Umum (Test IQ, Minat Bakat, dll), dan Terapi Wicara (speech delay, post operasi celah bibir dan langit-langit/cleft, cadel, gagap).